Jembatan  Galata memang mendatangkan inspirasi bagi banyak orang di Istanbul,  Turki. Tidak hanya bagi penduduk asli, bahkan juga bagi para pendatang  seperti saya. Setiap hari, para pemancing tampak sangat menikmati proses  menunggu umpan mereka dilahap ikan. Semula saya cukup heran bagaimana  bisa pemancing ini begitu menikmati kegiatan yang cukup menjemukan bagi  sebagian orang, apalagi kala itu angin musim semi masih lumayan dingin  bertiup. Karena penasaran, akhirnya saya tertarik menjadikan aktivitas  memancing sebagai bagian syuting backpacker.

Posisi  biasanya menentukan bagi pemancing. Umumnya pemancing memilih posisi  yang memungkinkan umpannya dimakan ikan. Namun berbeda halnya dengan  pemancing di Jembatan Galata. Mereka cenderung memilih posisi menghadap  Old City atau kota tua Istanbul. Karena dengan begitu mereka bisa sangat  menikmati memancing sekaligus mengagumi peradaban yang dibentuk  Kesultanan Ottoman di masa jayanya. Betapa tidak, dari sisi kiri  jembatan menuju kawasan Sultan Ahmet ini, kita bisa meyaksikan kemegahan  bangunan tempo doeloe. Katakanlah seperti Masjid Biru dan Aya Sophia.  Nikmat rasanya melempar pandangan mata ke kawasan kota tua, seakan kita  pun terbawa romantisme Istanbul masa lalu. Ini pula yang dirasakan Orhan  Pamuk ketika ia menulis novelnya, Istanbul. Dari Jembatan Galata-lah  kita bisa meresapi kejayaan Kesultanan Ottoman. Jembatan ini sediri  pertama kali dibangun tahun 1845 oleh ibunda Sultan Abdul Mecid. Dahulu,  jembatan hanya terbuat dari kayu. Nah, setelah lima kali perubahan  barulah pada tahun 1994 terbentuk Jembatan Galata yang kita kenal  sekarang. Ya, jembatan ini sendiri memang merupakan pembatas antara  kawasan Karakoy yang mewakili Istanbul modern dengan Eminomu kawasan  kota tua.
Bila  sejarah belum cukup memanjakan hati, maka lepaskanlah pandangan di Laut  Marmara. Lautan yan merupakan bagian dari Golden Horn atau tanduk emas  ini merupakan jalur yang cukup sibuk. Di bawah jembatan kita bisa  menyaksikan lalu lalang kapal pesiar yang dimuati wisatawan. Kegiatan  cruising melintasi Golden Horn memang merupakan daya tarik tersendiri  bagi pariwisata. Karena wisatawan dapat menyaksikan keanggunan Istanbul  dari lautan berupa vila-vila mewah peninggalan kaum bangsawan semasa  kekuasaan Kesultanan Ottoman. 
Selain  kapal pesiar, tampak pula melintas kapal feri. Kapal bermuatan  penumpang ini menghubungkan Istanbul Eropa dan Istanbul Asia. Mayoritas  pengguna feri antar benua ini merupakan penduduk lokal. Biasanya, mereka  adalah karyawan yang bekerja di Istanbul Eropa namun tinggal di  Istanbul Asia. Jadi hampir setiap hari mereka melakukan perjalanan antar  benua, bukan lagi antar provinsi. Unik bukan !
Hal  ini dimungkinkan mengingat posisi Istanbul yang cukup unik di antara  seluruh kota dunia. Kota yang dahulu bernama Konstantinopel ini berada  persis di antara belahan dunia Eropa dan Asia. Tidak heran bila  percampuran kedua budaya ini cukup mempengaruhi masyarakat dalam segenap  aktivitasnya. 
Tidak  akan ada habis-habisnya memang bila kita meresapi peradaban yang pernah  hadir di kota ini, semasa masih bernama Konstantinopel hingga menjadi  Istanbul. Dan semua ini cukup dilakukan dengan memancing di atas  Jembatan Galata. (ysd)
Article by:Yulika Satria Daya
