By: Yulika Satria Daya
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 Ketika  malam semakin larut bukan berarti kehidupan telah usai. Justru  kehidupan malam pun semakin berdenyut di Lebanon. Macam-macam hiburan  yang bisa didapat. Untuk kaum jet set dipersilahkan menghabiskan harta  mereka di Casino du Liban. Di sinilah kaum super kaya bertaruh sekedar  kesenangan belaka. Atau Anda penasaran dengan tari perut ? Oh, untuk  yang satu ini minimal kita harus memesan meja makan senilai 1,5 juta  rupiah. Jadi, saat kita disuguhi makanan itulah saat dimana kita bisa  menyaksikan wanita-wanita Lebanon yang terkenal akan kecantikan  perpaduan antara bangsa Romawi dan Arab berlenggak-lenggok mengikuti  irama Timur Tengah. Selamat datang di surga Timur Tengah ! (ysd)
http://unikboss.blogspot.com/2010/10/by-yulika-satria-daya-konflik.html
Konflik.  Kata ini seperti tak pernah lepas dari negeri Lebanon. Betapa tidak,  silih berganti perang mengoyak negeri ini mulai dari Perang Saudara  hingga Perang dengan Israel di tahun 2006.
Perlahan  tapi pasti, Lebanon kini menggeliat kembali sebagai negera tujuan  wisata. Beirut yang ditasbihkan sebagai Parisnya Timur Tengah bahkan  meraih predikat sebagai kota tujuan wisata wajib kunjung nomer satu oleh  New York Times di tahun 2009.
Negara  Lebanon masuk dalam kawasan Timur Tengah. Secara geografis, negara  seluas 10.452 kilometer persegi ini posisinya sangat strategis dibatasi  oleh Laut Mediterania. Itu sebabnya negeri ini memiliki iklim Mediteran  dengan 4 musim, hangat terasa saat musim panas, dan basah serta dingin  di musim dingin. Meski begitu, musim dingin tidaklah menusuk seperti di  negeri Eropa pada umumnya, karena salju hanya menghampiri kawasan  pegunungan tidak sampai ke kota.
Keunikan  alam Lebanon yang bisa dinikmati pengunjung adalah saat musim dingin  datang antara November hingga Februari. Bayangkan dalam sehari kita bisa  menikmati panasnya berjemur di pantai kemudian bermain salju dan ski di  daerah Faraya. Kawasan wisata Faraya memang terkenal di seluruh Jazirah  Arab dan Timur Tengah. Betapa tidak, wisatawan asing yang biasanya  hanya mengenal gurun, jauh-jauh datang untuk sekedar menyaksikan salju  atau bermain ski. Jangan khawatir bila tidak membawa peralatan bermain  ski, di sini banyak sekali tempat persewaan. Sewanya pun tidak sampai  500 ribu rupiah. Sebagai kenang-kenangan, boleh saja bila Anda membawa  salju di atas kap mobil seperti yang dilakukan penduduk setempat.
Populasi  Lebanon saat ini hanya berkisar 4,2 juta jiwa. Memang bukan catatan  resmi, karena tidak pernah ada sensus penduduk sejak tahun 1932. Hal ini  sangatlah sensitif terutama bagi urusan politik. Namun, Anda mungkin  akan terkejut bila mengetahui jumlah warga Lebanon yang berada di luar  negeri mencapai 11 hingga 13 juta jiwa. Mereka tersebar di beberapa  negara untuk mencari peruntungan di negeri orang. Sebagian memang keluar  dari Lebanon saat perang melanda negara ini.
Bangsa  Arab jelas merupakan mayoritas di sini. Namun, jangan berpikir bahwa  Arab identik dengan Islam, karena Arab yang kita temui bisa jadi seorang  kristen. Di negeri ini prosentase muslim dan nasrani berkisar antara  60% dan 40%. Untuk Islam masih dipecah lagi dalam beberapa aliran  seperti Sunni dan Syiah. Adapun umat Nasrani terbesar diwakili Kristen  Maronite. 
Bila  kita tersesat di tengah jalan, sangat gampang untuk mengetahui di  kawasan mana kita berada. Hal ini disebabkan, lokasi pemukiman penduduk  ditentukan berdasarkan aliran kepercayaannya. Untuk meyakinkan, cobalah  simak cara berpakaian, poster, spanduk, bahkan nama toko. Sebutlah  contoh, bila kita mendapati poster bergambar Hasan Nasrallah pemimpin  Hizbullah, maka bisa dipastikan kita berada di kawasan pemukiman syiah.  Kawasan ini pula yang paling banyak mengalami kehancuran akibat perang  dengan Israel di tahun 2006. Perang selama 34 hari itu sebenarnya boleh  dikatakan bukan perang antara Lebanon dengan Israel, melainkan Hizbullah  dengan Israel. Itu sebabnya kawasan Sunni apalagi Kristen Maronite  tidak mengalami apapun, boleh dibilang seperti tidak berada dalam  perang. Namun, tidak ada salahnya menikmati wisata perang dengan  menyaksikan beberapa bangunan pemukiman di sana-sini yang masih jelas  terlihat bekas lubang peluru ataupun hantaman roket. 
Hati-hati  bila ingin mengabadikan pemandangan ini, tindakan mendokumentasi dalam  bentuk film bahkan video bisa saja menyinggung perasaan penduduk  setempat. Biasanya mereka akan menuduh kita sebagai agen mata-mata.  Syukurlah bila mereka mengetahui kita dari Indonesia, mengingat hubungan  bilateral antar kedua negara terjalin sejak Lebanon mengakui  kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
Aliran  kepercayaan di Lebanon memang sangatlah unik. Setidaknya terdapat 18  aliran agama yang terbagi dalam sekte-sekte. Sekedar catatan, di negeri  ini pula terdapat kamp pengungsi Palestina terbesar, tertua, dan  terbanyak di dunia. Salah satunya berada di Kamp Ein El Hinwe yang  berada di Sidon atau Saida dalam bahasa Arab. Para pengungsi yang berada  di kamp ini bahkan telah beranak pinak hingga generasi ketiga. Tidak  heran bila generasi ketiga sekarang kurang memiliki ikatan emosional  dengan negeri moyang mereka, Palestina. Itu sebabnya, banyak di antara  mereka yang mencoba peruntungan menikah dengan orang asing demi  memperbaiki nasib. Pengungsi Palestina tidak dianggap sebagai warga  negara Lebanon, meski mereka telah puluhan tahun tinggal di sini. Hal  ini dilakukan demi menjaga keseimbangan antara pemeluk agama yang hidup  di Lebanon.
Bukan  rahasia bila isu populasi pemeluk keyakinan tertentu sangatlah sensitif  di sini. Meski begitu hubungan antara pemeluk umat beragama cukup  harmonis di negeri yang menggunakan bahasa pengantar Arab dan Perancis  ini. Dalam struktur pemerintahan saja contohnya, di sini menganut sistem  troika sejak 1989 dimana jabatan Presiden dijabat oleh wakil Kristen  Maronite, Perdana Menteri dipimpin seorang Muslim Sunni, sedangkan  Muslim Syiah mendapat jatah Ketua Parlemen. Unik bukan…
Kohesi  antara Islam dan Kristen pun semakin mesra saat kita menyebut nama  Gibran Kahlil Gibran. Siapapun pernah membaca karyanya, Sang Nabi yang  bercerita tentang Nabi Muhammad junjungan kaum Muslim di seluruh dunia.  Namun, sedikit yang tahu bahwa sesungguhnya karya indah ini diciptakan  oleh pujangga legendaris Lebanon pemeluk Kristen Maronite. Datanglah ke  kawasan Khadisa, Lebanon Utara. Bsharri, demikian nama desa kecil itu,  terdapat rumah yang diyakini sebagai tempat dilahirkannya Gibran Kahlil  Gibran. Rumah kecil ini seringkali diziarahi pengunjung untuk sekedar  melihat-lihat kediaman yang kini berfungsi sebagai museum mini tersebut.  Di tempat ini kita bisa menyaksikan bukan hanya lukisan Gibran, namun  juga makam sang pujangga. 

Kawasan  dimana Gibran berasal sesungguhnya merupakan basis pemeluk Kristen  Maronite, apalagi Gibran sendiri terlahir sebagai putra seorang pendeta.  Jarak sejauh 120 km dari Beirut menuju Bsharri sungguh terbayar tunai  bila tiba di sini, belum lagi saat menikmati pemandangan menara-menara  gereja bahkan beberapa tanda salib di bukit-bukit. 
Seandainya  masih memiliki waktu luang, maka teruskan perjalanan Anda ke utara,  karena di ketinggian 2200 meter di atas permukaan laut inilah kita bisa  menyaksikan hamparan pohon cedar berselimutkan salju. Cedar boleh  dibilang memiliki kesamaan fisik dengan pohon cemara. Sekedar tambahan,  Cedar sendiri disebut hingga 75 kali dalam Kitab Perjanjian Lama !  Begitu bangganya masyarakat Lebanon dengan pohon ini, sampai-sampai  bendara negara mereka pun memakai Cedar sebagai lambangnya. 
Masyarakat  Lebanon terkenal akan komunalitasnya. Hal kecil seperti menumpang  kendaraan pribadi di perjalanan sangatlah lumrah dilakukan. Jangan  pernah menolak ajakan dari mereka yang menumpang untuk sekedar minum teh  di rumah sebagai bentuk ucapan terima kasih. Kelak dari sinilah, saling  memahami antar budaya tercipta. Memang dari urusan transportasi kita  bisa mengetahui karakter sebuah bangsa. Contoh lain dalam penggunaan  taxi. Berbeda bila menaiki taxi hanya untuk kita tumpangi sendiri ke  tempat tujuan kita. Di Lebanon, siapa pun boleh menumpang taxi (grand  taxi) yang kita tumpangi selama satu arah dengan tujuan kita. Jadilah  mercy tiger keluaran tahun 80-an yang disebut sebagai grand taxi  tersebut bisa dimuati hingga lima penumpang plus supir. Rupanya Lebanon  tidak mengenal angkot seperti negara kita…
Boleh  jadi sifat komunal ini diturunkan oleh bangsa Phoenicia yang menjadi  nenek moyang orang Lebanon. Bangsa Phoenicia sendiri terkenal sebagai  pelaut ulung, konon mereka-lah yang justru pertama kali menjejakkan kaki  di Benua Amerika sebelum Columbus. Bila ingin mengetahui peradaban  Phoenicia maka kunjungilah Byblos atau Kota Tua yang berada 42 kilometer  utara Beirut.  Byblos yang berarti kitab atau buku ini merupakan kota  pelabuhan di masa jayanya 5000 tahun silam.

Di  kota tua ini kita juga dapat menyaksikan betapa toleransi agama telah  diterapkan sejak lama. Bangunan gereja dan masjid begitu mudahnya kita  temui di antara deretan bangunan-bangunan kuno di Byblos. Bila sempat,  dengarkanlah misa di gereja yang menggunakan bahasa pengantar Arab. Kita  bisa saja terkecoh, karena ritual ibadah umat muslim pun menggunakan  bahasa Arab. Tahukah Anda bahwa alfabet yang kita kenal sekarang dari A  hingga Z bahkan tercipta di kota ini. Well, tidak salah bukan bila  Byblos ditetapkan sebagai kota bersejarah. Berjalan menelusuri kota tua  ini tidaklah menjadikan badan lelah, apalagi saat menemukan souk alias  pasar. Di sinilah kita bisa mendapatkan berbagai macam suvenir khas nan  unik. Mulai dari fosil ikan purba yang usianya jutaan tahun hingga  lukisan. Soal harga tergantung kemampuan Anda merayu. 
Belum  puas dan sah rasanya datang ke Lebanon bila belum mengunjungi Baalbeck,  kota tua yang usianya 2000 tahun dan dinobatkan UNESCO sebagai kota  warisan dunia. Awalnya Baalbeck dahulu merupakan tempat tinggal bangsa  Phoenicia sebelum akhirnya dikuasai bangsa Yunani 323-64 Sebelum Masehi.  Baal sendiri diambil dari nama Dewa Baal yang disembah Bangsa  Phoenicia, sebelum akhirnya kota ini berganti nama menjadi Heliopolis  atau kota matahari di zaman Yunani Kuno. Kota yang menjadi koloni Romawi  ini banyak sekali berdiri kuil raksasa sebagai persembahan bagi Dewa  Jupiter. Setidaknya dibutuhkan 300 tahun untuk pengerjaan  pembangunannya. Dan ini berlangsung hingga Roma berganti kaisar sebanyak  enam kali. 

Megahnya  bangunan kompleks kuil ini semakin terasa bilamana kita memperhatikan  ukuran batu raksasa yang membentuk pilar-pilar. Menurut cerita,  batu-batu raksasa ini didatangkan langsung dari Mesir dan dihanyutkan  melalui sungai untuk kemudian ditarik massal hingga tiba di Baalbeck.  Beberapa bangunan memang telah runtuh. Hal ini disebabkan peperangan  yang terjadi pada masa itu di tahun 748 saat Baalbeck dijadikan benteng  oleh Penguasa Islam Dinasti Ummayah dan Abbasiyah. Kerusakan semakin  parah saat terjadi gempa hebat di tahun 1759. Itu sebabnya banyak sekali  puing yang dibiarkan berserak di kompleks Baalbeck.
Salah  satu kuil raksasa yang masih kokoh berdiri adalah Kuil Jupiter. Di  tempat inilah, berbagai pertunjukan kesenian sering ditampilkan termasuk  kesenian Indonesia seperti Reog Ponorogo dan Sendratari Ramayana di  tahun 2009. 
Bila  berada di Baalbeck, cobalah tengok ke langit. Ada kalanya pesawat  militer terbang melintas di udara. Dan bila itu terjadi maka bisa  dipastikan, Israel telah melanggar batas udara Lebanon. Pelanggaran ini  seringkali terjadi, namun Lebanon yang peralatan militernya kalah  canggih seolah menganggap angin lalu intimidasi semacam ini. Untuk  mencapai Baalbeck, terdapat banyak transportasi seperti minibus yang  siap melahap jarak 86 kilometer arah utara dari Beirut.
Saat  sore menjelang usahakan Anda berada di kawasan Pigeon Rock atau Bay  Rock demikian orang lokal menjulukinya. Hal ini disebabkan terdapat dua  batu karang menjulang di pinggir laut. Banyak pengunjung datang sekedar  berfoto dengan latar belakang batu karang ini. Namun, sesungguhnya  fungsi kawasan ini adalah sebagai tempat rendezvous bagi kalangan anak  muda sekedar nongkrong hingga pacaran. Sore hari di musim dingin, banyak  orang mencari kehangatan matahari dengan berolah raga di sini. 
Bila  malam menjelang, kaki yang mulai lelah kiranya berkenan melangkah ke  kawasan down town atau pusat kota. Sekedar window shopping, nongkrong,  hingga mencari makan banyak dilakukan masyarakat Lebanon di sini. Dahulu  kawasan ini hancur lebur akibat perang, berkat campur tangan  pemerintah-lah kawasan ini kembali apik dan anggun. Namun, sekedar  sebagai rekaman sejarah kita bisa mendapati beberapa contoh bekas  rentetan peluru di beberapa bangunan. Komplit bukan untuk sebuah wisata  malam. 
http://unikboss.blogspot.com/2010/10/by-yulika-satria-daya-konflik.html
